Newest Post

Sepucuk Surat dari Pulau Harapan

| Kamis, 08 Januari 2015
Baca selengkapnya »
Sore itu ketika aku sedang menikmati secangkir teh dan sebuah cupcake di atas balkon dengan pemandangan langit sore yang indah, bel pintu rumah susunku berbunyi. Dengan sedikit enggan untuk meninggalkan kursi malasku dan pemandangan senja ketika mentari sedang turun perlahan dibalik laut, aku berjalan membuka pintu kamarku. Ketika aku membuka pintu itu, terdapat seorang kurir surat dan dia membawakanku sebuah amplop. Setelah amplop itu ditanganku, aku lalu menutup pintu itu. Aku berpikir sepertinya amplop ini berisi surat biasa atau sekadar surat kosong saja sebab tak kutemukan nama pengirimnya. Kemudian aku kembali menuju kursi malasku dan aku tinggalkan amplop itu di meja kerjaku dan kembali melanjutkan menikmati pemandangan sore itu.

Setelah mentari tenggelam dan keadaan langit mulai menggelap, aku memutuskan untuk mandi. Kemudian aku masuk ke kamar mandi. Ketika aku mau masuk ke kamar mandi, perhatianku teralihkan dengan amplop tadi sore. Sebetulnya aku penasaran isinya seperti apa dan pengirimnya dari siapa. Sejenak aku beranjak ke meja kerjaku dan kuperhatikan amplop itu. Aku coba merabanya tak ada tanda apapun, lalu aku coba menerawangnya. Ketika aku menerawang, aku menemukan ada gambar emoticon smiling face. Secara tiba-tiba pikiranku mulai bergulir ke belakang mencoba mengingat-ingat dimana aku pernah menemukan simbol seperti itu. Karena penasaran, aku kemudian mencoba membuka membuka tutup amplopnya dan kemudian aku melihat ada sebuah saputangan. Aku coba bentangkan saputangan itu dan aku melihat simbol itu. Smiling face. Tak salah lagi, itu pasti milik dia begitu pikirku.

Kemudian di dalamnya masih terdapat surat. Lalu aku mengambil surat itu dan ketika aku buka lipatan surat itu, aku melihat sebuah ilustrasi. Di ilustrasi itu terhampar lautan yang berwarna biru lalu bergradasi menjadi kuning kejinggaan akibat pantulan cahaya mentari senja yang sedang terbenam. Lautan itu luas dan terdapat ombak-ombak yang bergulung. Gulungan ombak itu menghempas batu karang yang kokoh tempat dimana kepiting dan kerang berada. Di atas batu karang itu terdapat dua buah kursi dan sebuah kanvas. Tampak di dalam kanvas itu terdapat juga lukisan tentang pemandangan pantai di sore hari. Ilustrasi itu sungguh begitu hidup bagiku karena aku begitu mengenali bentuk dan bangun dari batu karang itu. Selain itu terdapat pohon-pohon kelapa yang melambai ditiup angin dan gambarannya seperti tepat apa yang aku ingat dan aku kenang selama ini.

Lalu aku melihat di bagian bawah ilustrasi itu terdapat tulisan seperti ini.
Langit bertemu dengan lautan. Lautan menimbulkan gelombang. Gelombang menghempaskan dirinya di bibir batu karang. Batu karang membiarkan dirinya tergenang air laut. Namun kali ini langit seperti membawa sebuah pesan. Pesan itu lalu disampaikan kepada lautan. Kemudian setelah lautan tahu bahwa ini pesan penting, ia membuat gelombang yang lebih besar sehingga dapat melampaui batu karang dan menyampaikan pesan itu pada seorang pria di seberang pulau sana. 
Ingin sekali rasanya aku datang mengunjungimu dan melihatmu. Kau ingat kataku tentang langit biru dan lautan luas, sekalipun mereka terpisah jauh, namun di ujung horizon sana mereka bersatu. Mereka bertemu. Sekarang jika kau sudi, lihatlah ke ujung horizon tempat dimana lautan langit biru bertemu
Setelah aku membaca isi dari surat itu, kini aku tahu siapa yang mengirimkannya. Tanpa kupikir panjang lagi, aku lalu segera berlari menuju balkon kamarku. Ketika aku keluar dan menuju ke balkon, yang aku lihat hanyalah deburan ombak di pinggir pantai. Aku merasa kecewa sebetulnya. Ketika aku memutar punggungku dengan maksud kembali ke dalam, aku melihat sebuah siluet. Siluet itu begitu nyata di depanku. Aku merasa ini seperti mimpi. Siluet itu sedang berdiri di balkon tepat sebelah kamarku. Siluet itu seperti sedang melihat kepadaku. Lalu aku mencoba meyakinkan diriku. Aku pun melihat ke arah siluet itu. Siluet itu memang sedang benar-benar memperhatikanku. Dia menyandarkan kedua siku tangannya di pagar balkonnya dan salah satu tangannya menjadi tempat dagunya bertopang. Senyuman itu jelas sekali antara tersenyum lucu melihat raut mukaku yang kaget dan aku membuka mulutku. Sorot mata kecoklatannya jelas-jelas melihat ke arah kedua mataku juga. Rambut hitam kemerahan dan lesung pipinya kini semakin membuatku jelas.

" Tidakkah ini begitu indah kawan? Melihat seorang yang sudah lama kau ingin lihat. " ucap Gadis
" Se...sejak kapan kamu berada di sana? " tanyaku
" Sejak dua hari yang lalu. Tidak terkejutkah kamu? " ucap Gadis lagi sembari tersenyum simpul

Entah aku sendiri tak mengerti apa yang terjadi tapi kejadian ini begitu menyenangkan bagiku karena aku bisa bertemu lagi dengannya.

" Kawan, lihatlah bintang-bintang di langit sana. Mereka mengajak kita untuk berjalan. Maukah kau keluar bersantai sekarang? "

Aku hanya mengangguk dan kemudian sambil merapikan bajuku dan rambutku aku menunggu dia keluar dari kamarnya dan saatnya bagi kami untuk menikmati malam di pinggir pantai sambil melepas rindu.
 

Sepucuk Surat dari Pulau Harapan

Posted by : Unknown
Date :Kamis, 08 Januari 2015
With 0komentar
Next Prev
▲Top▲