Newest Post

Welcome Back!

| Selasa, 25 Maret 2014
Baca selengkapnya »
Hmm...sudah lama sekali sepertinya aku meninggalkan pulau ini. Sepertinya sudah sekitar 6 bulan bahkan mungkin lebih aku meninggalkan tempat ini. Saat ini aku sedang berada di atas kapal ferry memandangi pulau itu. Aku masih bisa melihat pasir putihnya yang lembut. Kebetulan siang ini air laut sedang surut sehingga aku bisa melihat kemilau garam-garam yang bertebaran di sepanjang bibir pantai. Tempat ini begitu rindukan terutama ketika aku sedang masalah yang berat. Aku selalu melihat kartu pos yang sengaja aku beli dari tempat ini. Pemandangan lautnya, batu-batu karang yang kokoh berdiri diterjang hantaman ombak, pohon-pohon yang menari-menari bersama dengan angin, sungguh kurindukan. Laksana surga saja bagiku, dimana hanya ada ketenangan dan keteduhan. Tiada hiruk pikuk kendaraan, ataupun kerjaan. Demo yang rusuh di sana sini, kemacetan dan hal-hal yang menjengkelkan lainnya yang tak mau kusebutkan karena akan membuat rencana liburanku ini kacau.

Setelah kapal itu merapat, dan sesudah aku membawa ransel yang biasa aku bawa, aku segera turun dengan menggunakan sebuah sepeda. Aku sengaja membawanya supaya aku bisa bersantai di tempat ini. Keluar dari dermaga aku mengayuh sepedaku melalui jalan setapak. Di kanan kiri jalan terdapat banyak orang. Mereka adalah penduduk di pulau ini dan mereka bekerja sebagai pelaut. Mereka menyapaku, dan aku pun memberikan senyuman terbaik dan membalas sapaan mereka. Laksana raja yang datang ke tempat rakyatnya, sepanjang jalan aku mendapat senyuman dan salam hangat. Aku begitu riang. Tibalah aku di penginapan tempatku dulu. Bangunan dari kayu yang hebat dan menakjubkan sebab sejak zaman penjajahan hingga sekarang, bangunan ini berdiri kokoh. Sebuah desain yang kokoh dan arsitektur yang hebat pada zamannya. Kemudian aku memarkirkan sepedaku dan aku seperti biasa mengetuk pintu berkaca dan di dalam sana ada Madame Moissele yang tersenyum ketika melihatku. Aku pun masuk dan selain ada Madame Moissele, ada pula temanku yang biasa menemaniku makan, siapa lagi kalau bukan Yongki yang rupanya sedang memasang lukisan-lukisan di lobby bersama Sherrif Nikolae.

" Hai Jonah, lama sekali kau tak berkunjung. Senang rasanya melihatmu kembali ke penginapan ini karena Yongki selalu membuat keadaan di sini menjadi seperti kota mati sejak kau pergi." sapa Madame Moissele sambil tersenyum simpul. Senyuman madame ini begitu menarik untuk dilihat, bagi yang baru pertama bertemu Madame Mo, begitu ia ingin dipanggil, mungkin mengiranya berumur 60 tahun, padahal beliau sudah 70 tahun. Bagiku Madame Mo, sudah seperti omaku sendiri. Pernah gak sengaja aku memanggilnya oma dan dia tersenyum dan berkata " Begitu indahnya panggilan itu".

" Eh Oma, janganlah bilang kota ini seperti kota mati karena ulahku. Hey Jonah sudah lama di situ? Maaf aku lagi dikerjain Oma nih. hehehe" Yongki kemudian berlari dan segera ingin memelukku. Lalu aku siap-siap mengacungkan tinjuku.
" Berani memelukku siap-siap mendapatkan bogem mentah. " ucapku tegas sehingga dia mengerem. Lalu aku loncat memeluknya.
" Hahahaha...kau sudah seperti adikku sendiri. Senang rasanya bisa melihatmu lagi Ongki." aku memeluknya dengan erat.
" Ya, rasanya lama sekali padahal kau hanya pergi untuk 6 bulan saja. Oh ya brother, dimana Harley-mu? Tak kau bawa?" tanya Yongki.
" Aah kali ini aku mau benar-benar menikmati suasana di sini. Kau tahu, di luar sana kejam." jaawabku sambil tertawa bersama.
" Oh ya Oma, kamarku tidak diberikan pada si Yongki ini kan? " tanyaku pada Madame Mo sambil usil ke Yongki.
" Tidak kok. Hehehehe...selamat datang di rumah Nak. Nih kunci kamarmu. Kunci ini tak pernah aku berikan pada siapapun karena aku berpikir kalau kau akan datang kembali ke tempat ini. " ucap Madame Mo lembut seraya memberikan padaku kunci kamar itu.

Kunci nomor 7. Angka kesukaanku dan memang nomor yang spesial menurut Oma. Beruntung aku mendapatkannya karena kamar no 7 benar-benar spesial. Letaknya kamarnya dekat dengan pagar luar jadi ketika aku ingin menyusup keluar bisa dari situ dan terletak di lantai 2, selain itu jendelanya menghadap ke batu karang dan laut, jadi angin laut dapat masuk ke kamarku seperti yang aku rasakan saat aku membuka kamar ini. Furniturnya sebetulnya sederhana, tapi tampak terawat dengan apik. Tempat tidur ukuran untuk dua orang dengan  ranjangnya, di pojok dekat jendela, lalu ada balkon di luar, lemari pakaian, meja kecil untuk menaruh pakaian dan kamar mandi kecil di dalam kamar. Terkadang ketika aku sudah di sini, aku tak mau pergi keluar. Setelah menaruh tasku, aku segera loncat ke atas kasur untuk berbaring sejenak. Begitu nyaman kamar ini.

Entah setan apa yang merasukiku, aku kembali terpancing menuju batu karang itu lagi. Batu karang di mana aku pertama kali bertemu dengan Gadis. Seorang gadis pelukis, penikmat alam sejati, seorang seniman yang hebat, sajak-sajak agung yang ia katakan tak mudah dipahami dengan sekali pikir, walaupun sederhana namun memiliki arti yang sangat dalam bagiku. Dia pernah berjanji, seperti langit dan laut biru yang selalu dapat bertemu di ujung horizon, kami pasti dapat bertemu kembali. Setelah berganti pakaian, aku langsung turun dari kamar, lalu meluncur dengan sepedaku menuju batu karang di tepian pantai.

Ombaknya masih bergulung-gulung, ganas. Kekokohan dari batu karang itu masih tetap ada. Lambaian pohon-pohon kelapa yang ditiup angin seakan-akan memberi ucapan selamat datang padaku. Aku pun memanjat lagi batu karang itu. Tak begitu sukar kali ini ketika aku memanjatnya. Ketika kepalaku sampai di puncak, aku melihat ada sebuah meja kecil dan di atasnya ada kue tart dengan sebuah minuman. Aku pun mendekat untuk melihat ada apa di meja itu. Ketika aku melihat ke meja itu, di atas kue tart itu ada tulisan "Welcome back :)".  Selain itu aku melihat ada kertas dengan sketsa wajahku. Aku tersenyum melihat itu. Kemudian secara tiba-tiba, seorang gadis berdiri tepat berhadapan denganku. Aku mengangkat wajahku yang awalnya kutundukkan melihat kue tart itu. Ternyata Gadis sudah berdiri di depanku.

" Hai kawan! Senang sekali rasanya bisa kembali lagi ke tempat ini. Ke taman bermain ini." ucapku
" Selamat datang kembali kawan. Senang kau bisa kembali lagi mengunjungi pulau kecil ini. Kau mau potongan kuenya? " balas Gadis.
" Sebentar, aku foto dulu. " aku mengambil gambarnya. " Baiklah, kalau boleh aku mau yang besar. "
" Tentu sobat!"

Kemudian setelah Gadis memotong kuenya, seperti biasa, kami duduk di pinggir batu karang, menatap samudera raya, Samudera Hindia yang tenang, namun meliuk-liuk, menatap ke ujung horizon sana.

" Kau tahu, sebetulnya aku sendiri tak tahu mengapa aku mempersiapkan ini padamu, tapi entahlah aku rasa sepertinya kau akan datang hari ini. Itulah sebabnya aku membuat ini semua. "
" Sungguh sambutan yang hebat, padahal aku tak memberi tahu siapapun kalau aku akan kembali ke pulau ini. Mungkinkah..." ucapku lalu bergumam.
" Mungkinkah?" sambung Gadis.
" Mungkin, laut biru dan langit biru telah membawa pesan ini untukmu sehingga kamu bisa mempersiapkan ini semua. " jawabku.
" Seperti langit biru dan laut biru, kawan. Mereka selalu tahu kapan mereka akan kembali bertemu. Mungkin mereka melihat kita seperti mereka sehingga mereka membantu kita. Kembali mempertemukan kita. Seperti langit biru dan laut biru, demikianlah kiranya persahabatan kita. Walau kita berbeda dengan perbedaan yang sangat jauh, namun kita bisa bersahabat sampai sedekat ini." ucap Gadis.
" Hmm....langit biru, laut biru, jangan lupakan juga bintang-bintang di atas sana yang juga menjadi saksi persahabatan kita. " tambahku.
" Hehehe...betul juga. "balasnya sambil tersenyum. " Selamat datang kembali, Jonah " ucapnya lalu memelukku.

Welcome Back!

Posted by : Unknown
Date :Selasa, 25 Maret 2014
With 0komentar
Next Prev
▲Top▲