Newest Post

Sang Pemikir

| Jumat, 31 Agustus 2012
Baca selengkapnya »
Kalau kau memperhatikannya, dia sebenarnya sama seperti orang kebanyakan. Istilahnya aku sebut, dia seorang pria dengan dalil-dalil yang biasa orang lain lakukan. Makan pagi, siang dan sore di warteg. Jika ada uang lebih, dia bersafari mencari makanan yang aneh. Tapi kalau sedang seret keuangan, terpaksa dia puasa beberapa waktu untuk menghemat pengeluaran. Ketika hari libur tiba, dia akan melepaskan seluruh penatnya dengan berjalan-jalan, baik window shopping atau mungkin main basket. Istilah window shopping  di sini bagi dia hanya untuk mencuci mata melihat barang-barang dan bukan berniat membelinya. Semua tugas pekerjaan dia kerjakan dengan baik, walau terkadang kualitasnya menurun, tapi dapat dia selesaikan dengan baik tanpa melebihi batas deadline. Selera humornya rata-rata. Perawakannya rata-rata, pokoknya segala hal tentang dirinya adalah rata-rata. Tak lebih ataupun kurang.

Namun ada satu hal yang membuatku tertarik dengan salah satu manusia ini. Dalam keadaannya yang menyendiri seperti ini, ketika di akhir pekan, dia selalu naik ke atas loteng dan membaringkan tubuhnya di atas alas kain yang sengaja ia bentangkan. Ia tiduran dengan posisi terlentang, membuka kedua kakinya dengan posisi seperti bentuk segilima. Dia biarkan seluruh tubuhnya dipanggang matahari, diterpa angin kencang. Ia memejamkan matanya. Dia seperti membiarkan itu semua sambil tersungging senyuman di wajahnya. Dia seperti mendengar sesuatu, entah apa yang dia dengar. Satu hal yang ada dalam pikiranku, dia ini begitu unik. Setelah beberapa lama, dia pun bangun dan mulai bicara sesuatu padaku.

"Kau tahu kawan, ketika pikiranmu mulai berat dan hatimu tak enak. Ketika kau merasa penat dan susah karena keterikatan dengan suatu tugas dan tanggungjawab yang tidak ada hentinya, ketika kau merasa telah bekerja keras dengan sangat keras, biarkanlah seluruh tubuhmu rileks ketika sudah tiba saatnya beristirahat. Biarkanlah seluruh tubuhmu merasakan relaksasi yang diberikan oleh alam. Nikmati setiap waktu, nikmati setiap angin yang membawa pergi penatmu, nikmati sinar mentari yang menguapkan amarahmu, dan biarkan sinar mentari menerangi hatimu yang sudah kelam. Nikmati setiap sensai kenikmatannya supaya ketika kau kembali menyibukkan diri, kau sudah siap."

Itulah yang membuatnya berbeda dari yang lainnya. Dia bisa menikmati hidup, lebih dari rata-rata.

Sang Pemikir

Posted by : Unknown
Date :Jumat, 31 Agustus 2012
With 0komentar
Tag :
Next Prev
▲Top▲